Perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza masih berlangsung hingga kini. Kedua belah pihak saling klaim sebagai pemenang, namun siapa sebenarnya yang lebih unggul dalam konflik ini?
Menurut Abdul Muta’ali, pakar Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Hamas memiliki keunggulan moral dan politik atas Israel. Ia mengatakan bahwa serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 lalu adalah respons atas ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.
“Jadi, mereka melakukan serangan 7 Oktober kemarin itu menyusul aksi-aksi brutal yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap anak-anak dan perempuan … Nah, kemudian dalam rilisnya (pernyataan Hamas) disebutkan bahwa (serangan) itu sebagai respons bahwa Palestina sampai hari ini belum merdeka. Itu yang ingin dikatakan oleh Hamas bahwa sejak 1948, sejak dideklarasikannya Negara Israel, blokade terhadap Gaza, kemudian genosida itu luar biasa,” ujar Abdul.
Abdul menambahkan bahwa Hamas juga bisa menang secara militer dari Israel, karena telah berhasil menembus pertahanan Israel yang dianggap sebagai yang terkuat di dunia. Ia mengutip pendapat pengamat lain yang menyebut bahwa serangan Hamas telah membuat Israel panik dan tidak siap menghadapi perang.
“Jadi, ketika dunia bungkam, negara-negara Arab bungkam maka 5.000 roket adalah bahasa dari orang-orang lemah yang ingin mengatakan kepada dunia bahwa sejak Israel berdiri pada 1948, kami dijajah, Gaza diblokade, tanah kami dirampas,” tutur Abdul.
Sementara itu, Israel tetap bersikeras bahwa mereka akan memenangkan perang ini. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyatakan bahwa Israel akan terus melakukan operasi militer di Gaza hingga Hamas hancur.
“Negara Israel akan memenangkan perang ini,” ucap Gallant, sebagaimana dikutip dari Sky News.
Namun, Gallant juga mengakui bahwa Israel tidak bisa menghentikan serangan roket dari Hamas sepenuhnya. Ia mengatakan bahwa Israel hanya bisa mengurangi frekuensi dan intensitas serangan tersebut.
Perang antara Israel dan Hamas telah menewaskan lebih dari 27.000 orang di Gaza dan lebih dari 1.200 orang di Israel sejak 7 Oktober 2023. Upaya gencatan senjata yang diusulkan oleh PBB dan negara-negara lain belum berhasil mengakhiri konflik ini.
Di tengah perang yang berkecamuk, muncul pula isu-isu humaniter yang menimpa rakyat Gaza. Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 60% rumah sakit di Gaza rusak akibat serangan Israel. Selain itu, krisis air, listrik, dan makanan juga mengancam kehidupan warga Gaza.
“Kondisi kesehatan di Gaza sangat memprihatinkan. Banyak korban luka dan meninggal yang tidak bisa mendapatkan perawatan medis yang memadai. Kami juga khawatir dengan penyebaran penyakit menular akibat kurangnya sanitasi dan akses air bersih,” kata Dr. Ahmed Al-Mandhari, direktur regional WHO untuk Timur Tengah.
Sementara itu, Israel juga menghadapi kritik dari komunitas internasional atas tindakan mereka yang dianggap melanggar hukum perang dan hak asasi manusia. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Jerman, telah mengecam Israel atas penggunaan kekerasan yang berlebihan dan tidak proporsional terhadap warga sipil di Gaza.
“Kami menyerukan agar Israel menghormati hukum humaniter internasional dan menghindari korban sipil, terutama anak-anak. Kami juga mendesak agar Israel menghentikan pembangunan permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki, yang merupakan salah satu akar masalah konflik ini,” kata Josep Borrell, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa.
Namun, Israel menolak semua tuduhan tersebut dan menuduh Hamas sebagai pihak yang bertanggung jawab atas krisis humaniter di Gaza. Israel mengklaim bahwa Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dan menyimpan senjata di fasilitas-fasilitas sipil, seperti sekolah, masjid, dan rumah sakit.
“Israel melakukan segala upaya untuk melindungi warga sipil, baik di Israel maupun di Gaza. Kami menargetkan hanya infrastruktur militer dan teroris Hamas. Namun, Hamas sengaja menempatkan senjata dan roket di tengah-tengah penduduk sipil, sehingga menimbulkan korban yang tidak perlu,” kata Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel.
Perang antara Israel dan Hamas masih belum menunjukkan tanda-tanda berakhir. Kedua belah pihak masih bersikeras untuk melanjutkan perjuangan mereka, meskipun harus mengorbankan nyawa dan kesejahteraan rakyat mereka sendiri. Apakah ada harapan untuk perdamaian di Timur Tengah? Hanya waktu yang bisa menjawab.