Jepang tengah dihadapkan pada ancaman serius akibat penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus.
National Institute of Infectious Diseases (NIID) mencatat lonjakan kasus Streptococcal Toxic Shock Syndrome (SSTS) yang mengkhawatirkan, dengan jumlah pasien yang terinfeksi meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir.
Data dari NIID menunjukkan bahwa kasus SSTS mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19, namun kembali meningkat dengan signifikan.
Pada tahun 2023, tercatat 941 kasus, meningkat dari 849 kasus pada tahun 2019, dan kembali muncul 378 kasus di tahun 2024. Lonjakan ini diprediksi akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
Penyakit ini, yang bisa berakibat fatal, memiliki tingkat kematian yang mencemaskan.
Sekitar 30% kasus SSTS berakhir dengan kematian, terutama pada orang dewasa di atas 30 tahun dan anak-anak.
Dr. Liane Macdonald dari NIID menyatakan bahwa orang lanjut usia berusia 65 tahun ke atas dan anak-anak yang lebih muda memiliki angka tertinggi terinfeksi.
Seperti Covid-19, penyakit ini menular melalui semburan air liur yang disebabkan oleh batuk dan bersin.
Gejalanya termasuk radang tenggorokan, demam, diare, muntah, tekanan darah rendah, lemas, dan dapat berujung pada kematian.
Profesor penyakit menular dari Universitas Kedokteran Wanita Tokyo, Ken Kikuchi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi kesehatan masyarakat Jepang.
Ia menekankan perlunya kajian lebih lanjut untuk mengendalikan penyebaran bakteri ini, terutama setelah adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah Tokyo telah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat untuk meningkatkan pola hidup sehat, seperti mencuci tangan dan menggunakan masker saat berada di luar ruangan, sebagai upaya untuk mencegah penyebaran penyakit ini.
Kondisi ini menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kesehatan pribadi dalam menghadapi ancaman penyakit menular yang dapat berdampak fatal seperti SSTS.